banner

adsense

Selasa, 08 November 2011

Startup Indonesia Di Mata Investor Luar

Dalam rangkaian acara Global Entrepreneurship Program Indonesia (GEPI) yang diadakan sejak beberapa hari lalu, saya pun bertemu dengan beberapa investor asal Amerika Serikat serta berbincang dengan mereka sejenak. Saya ingin mencoba mencari tahu pendapat mereka setelah melihat kondisi sosial di Jakarta, bertemu dengan entrepreneur, berdiskusi dengan investor lokal dan juga disajikan presentasi dari para startup asal Indonesia.
Hampir semua investor sudah berkelana ke negara-negara seperti Mesir, India, Chile dan beberapa negara berkembang lainnya untuk melihat perkembangan entrepreneurship dan infrastruktur di negara tersebut. Dan kebanyakan dari para investor ini tidak menaruh harapan tinggi untuk Indonesia, dan hampir semuanya bahwa Indonesia tampak lebih mengesankan dari dekat. Pencitraan Indonesia di mata luar negeri memang tidak sebagus India dan Thailand, namun pada kenyataannya Indonesia memberi kesan yang mendalam bagi para investor ini.
Entrepreneurship di Indonesia sudah tumbuh cukup baik dan rate adopsi teknologi terbaru di Indonesia meningkat sangat cepat belakangan ini, modal yang lebih dari cukup untuk mendongkrak entrepreneurship sebuah negara.
Ketika saya tanyakan kesan dan kesan para investor ini mengenai startup Indonesia, kebanyakan dari mereka kaget dengan kurangnya perusahaan luar yang masuk ke Indonesia untuk menangkap market internet dan mobile. Hal ini menyebabkan banyak sekali startup Indonesia yang meng-klone layanan luar, namun tentunya dengan diadaptasikan dengan nilai-nilai lokal. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak investor asing yang mampir dan melihat sendiri bagaimana layanan-layanan ini beradaptasi sesuai demand market lokal.
“Cloning is okay, low hanging fruit!”
Lalu, apa efeknya terhadap inovasi teknologi di Indonesia? Budaya inovasi bukanlah sebuah budaya yang bisa tercipta dalam waktu singkat, banyak faktor lokal yang mempengaruhi budaya inovasi. Di Silicon Valley, budaya inovasi, budaya gagal dan budaya entrepreneurship butuh waktu hingga puluhan tahun sampai terbentuk budaya seperti sekarang. Singkat kata, butuh banyak inovasi yang keluar, banyak kegagalan dan tentunya banyak pelajaran. Di Silicon Valley, hal ini benar-benar di-drive sepenuhnya oleh kalangan akademisi, kampus-kampus di sekitar Silicon Valley yang memfasilitasi inovasi bagi mahasiswanya.
Ketika berbicara mengenai market growth di Indonesia, para investor ini cukup yakin bahwa Indonesia masih memiliki banyak ruang untuk bisa bertumbuh terutama di area-area di luar kota-kota besar. Pertumbuhan pasar internet ini nantinya akan berjalan seiring dengan pertumbuhan infrastruktur jaringan telekomunikasi, disini peranan pemerintah menjadi krusial.
Geliat investor asing maupun lokal memang sudah mulai terlihat signifikan, tinggal para startup-nya yang harus berinovasi membuat solusi bagi semua masalah yang ada di Indonesia. Toh di Indonesia masih ada banyak sekali masalah yang bisa dipecahkan oleh teknologi 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar